Akidi Tio, Pengusaha Dermawan, Kapolda Irjen Eko Diamanahkan Terima Dana 2 Triliun

Kapolda kaget dan Haru, ketika keluarga Pengusahaan Dermawan Akidi Tio, Sumbangkan Dana 2 Triliun, untuk Bencana Covid 19, (Photo), Istimewa

KabarNewsOne, Palembang – Kapolda Irjen Pol, Prof Dr, Eko Indra Hery, kembali langsung turun tangan mendapatkan Bantuan dari salah satu pengusaha Dermawan Akidi Tio, dan keluarga dengan jumlah yang Fantastis senilai 2 Triliun, Selasa (27/7)

Tak terbayangkan oleh seorang Irjen Pol, Prof dr, Eko. Yang dipercayakan mengemban bantuan Dana yang begitu Besar Hingga 2 Triliun tersebut, ” Dirinya mengenal almarhum ketika masih perwira, hingga sampai sekarang hubungan mereka kayak bersaudara saja, ” Ucapnya

Serat terima secara simbolis penerimaan Dana Yang Fantastis 2 Triliun

Sudah sejak lama ia mengenal, Alkidi Tio, entah dengan mukjizat apa, tiba-tiba ada yang menitipkan bantuan buat kita semua khususnya keluarga kita di Palembang ini, yang terdampak Pandemi yang berkepanjangan, ” Pungkas eko

Uang sebanyak itu, orang no 1 di Polda Palembang ini, tentunya sangat berhati-hati, untuk dapat menyalurkan bantuan tersebut, Hingga ia langsung membentuk tim dalam amanah itu

Menurut Jend sekaligus Prof ini, dana tersebut akan ia gunakan semaksimal mungkin demi kebutuhan warga seluruh wilayah di Sumatera Selatan, ” jelasnya

Baik di tingkat Provinsi, kabupaten dan kota, semua ada pembagian dan kenangan dari almarhum untuk orang banyak, salah satu niatnya dia akan membangun langsung Laboratorium, untuk alat kesehatan, agar semua dapat menikmatinya untuk umum, serta bagi tenaga medis, ” tegas Eko

Tak luput juga Kapolda mengungkapkan rasa terima kasih dan haru, terhadap kepeduliannya almarhum, kepada masyarakat Palembang

Didamping oleh Gubernur Palembang Herman Deru, bersama Kapolda langsung menerima secara simbolis bantuan tersebut dari keluarga Akidi Tio, yang sudah di amankan beliau semasa hidup

Terlihat darai Raut wajah Kapolda yang mengungkapkan bahwa dirinya ketika itu masih tak percaya, ada seorang Dermawan rela menyumbangkan bantuan sebesar itu, kepada masyarakat warga Palembang

Hingga saat Sosok Almarhum Akidi Tio, banyak yang tak mengenal beliau orang yang Dermawan tersebut, bahkan para Pejabatpun tak mengenalnya

Dengan Adanya Dermawan Seperti Akidi Tio, Dahlan Iskan Pun angkat Bicara, hingga membuat tulisan BUKAN main. Hanya itu yang bisa saya tulis. Kok ada orang menyumbang uang Rp 2 triliun. Orangnya tidak pernah dikenal. Sudah lama pula meninggal dunia. ” Jelasnya

Saya harus menghubungi Prof Dr dr Hardi Darmawan. Saya tidak punya nomor telepon beliau. Tapi saya kenal dengan kakak beliau. Yang sejak sebelum pandemi tinggal di Singapura.

Saya hubungi sang kakak. Saya pun mendapat nomor telepon Prof Hardi. Saya kirim WA ke beliau. Lalu Prof Hardi yang menelepon saya kemarin sore. Awalnya beliau saya ajak bicara dalam bahasa Mandarin. Tapi Prof Hardi mengatakan tidak bisa berbahasa ibunya itu. Maka kami pun menggunakan bahasa Indonesia.

Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof Dr Eko Indra Heri dan Prof Dr dr Hardi Darmawan.

“Sumbangan itu betul ya, Prof? Kok fantastis sekali,” kata saya.

“Betul. Saya kenal baik keluarga itu,” jawab beliau.

Prof Hardi lantas bercerita. Tiga hari lalu beliau dihubungi putri pengusaha itu. “Saya diminta ikut menyaksikan,” ujar Prof Hardi.

Prof Dr dr Hardi Darmawan adalah guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Juga aktivis di gereja Katolik Palembang. Termasuk menjadi pendiri lembaga pendidikan Katolik Caritas. Bahkan pernah mendapat penghargaan dari Sri Paus.

“Resminya bantuan itu nanti untuk kapolda, gubernur, atau Pemprov Sumsel?” tanya saya. “Ke Kapolda Sumsel Pak Eko Indra Heri,” ujar Prof Hardi.

“Siapa yang menentukan bahwa bantuan itu untuk kapolda Sumsel? Apakah atas arahan Prof Hardi?” tanya saya lagi. “Bukan arahan saya. Itu langsung keinginan keluarga. Untuk diberikan ke kapolda,” jawab Prof Hardi.

“Bantuan itu nanti bentuknya uang kontan, cek, atau transfer? Atau berbentuk bantuan bahan makanan?”

“Bentuknya uang. Akan ditransfer besok,” jawab Prof Hardi kemarin sore. Berarti hari ini.

“Apakah boleh ditransfer ke rekening Polda? Juga apakah boleh dikirim ke rekening pribadi kapolda?” tanya saya sambil mengingatkan aturan yang ada.

“Masih diatur. Mungkin disiapkan rekening khusus.” Jelasnya

Ya sudah.” Saya tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang itu. Ada orang yang ingin menyumbangkan uang besar kok ditanya prosedur. Yang penting diterima dulu. Semoga yang menyumbang itu bisa menyaksikan dengan bahagia dari surga di atas sana.

Akidi Tio, pengusaha yang menyumbang Rp 2 triliun itu, meninggal tahun 2009 lalu. Saat itu Tio berusia 89 tahun. Berarti 101 tahun hari ini. Beliau meninggal akibat serangan jantung. Makamnya juga di Palembang.

Istri Tio sudah meninggal lebih dulu: tahun 2005. Juga di Palembang. Dalam usia 82 tahun. Mereka punya 7 orang anak. Hanya seorang, putri, yang masih tinggal di Palembang. Yang lain tinggal di Jakarta. “Semua jadi pengusaha sukses,” ujar Prof Hardi.

Tio adalah pasien Prof Hardi. Istri Tio pasien istri Prof Hardi, yang juga seorang dokter. “Saya dan istri akrab dengan keluarga Pak Tio,” ujar Prof Hardi.

Menurut Prof Hardi, keluarga Pak Tio sudah bersahabat dengan Kapolda Irjen Eko Indra Heri jauh ke masa belakang. Yakni ketika Eko masih perwira dan masih bertugas di Direskrim Polda Sumsel. Ketika Eko pindah tugas menjadi kapolres di Langsa, hubungan itu tetap akrab. Tio adalah orang Aceh. Ia lahir di Langsa, Aceh Timur. Salah satu adiknya punya pabrik di Langsa.

Saya pun menghubungi Bupati Aceh Timur Rocky Hasbalah Thaib. Siapa tahu kenal dengan keluarga Tio. “Beliau sudah lama meninggalkan Langsa. Kami tidak kenal di sini. Yang jelas di Langsa memang banyak penduduk Tionghoa sejak dulu,” katanya.

Dilihat dari marganya (Tio), berarti Akidi dari suku Tiuchu. Di Palembang memang banyak juga suku Tiuchu. Laksamana Cheng Ho –dengan armadanya yang besar– cukup lama singgah di Palembang. Nama Palembang dalam bahasa Mandarin disebut Ju Gang (巨港) –pelabuhan besar. Sebagian armada Cheng Ho pilih menetap di Palembang –tidak meneruskan pelayaran ke Jawa dan kembali ke Tiongkok.

Prof Hardi sendiri lahir, besar, dan sekolah di Palembang. Pun gelar dokternya dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Setelah itu dr Hardi memperdalam ilmu penyakit tropik di Amerika Serikat. Yakni di New Orleans.

Prof Hardi ingat persis sosok Tio yang rendah hati. “Setiap datang ke tempat praktik saya selalu hanya mengenakan baju dan celana putih,” ujarnya.

“Tapi mengapa semua teman saya yang Tionghoa di Palembang tidak mengenal Tio?” tanya saya. Itu, katanya, karena Tio sangat rendah hati. Juga tidak mau menonjol. “Beliau banyak sekali menyumbang. Tapi selalu hanya atas nama hamba Tuhan,” ujarnya.

Beliau, katanya, pernah punya pabrik kecap, pabrik mebel, kebun sawit, dan juga kontraktor bangunan. Saya pun menghubungi teman lama. Nihil. “Saya tidak kenal nama itu sama sekali,” jawab Alex Noerdin –dua kali menjadi Gubernur Sumsel yang sukses.

Lalu saya menghubungi seorang mantan menteri asal Palembang. Jawabnya sama. Saya juga menghubungi lima orang pengusaha Tionghoa di sana. Tidak ada yang mengenal nama itu.

Saya hubungi juga seorang Tionghoa bermarga Tio. “Saya tidak tahu siapa beliau. Tapi sebagai sesama marga Tio saya ikut bangga,” katanya.

Berarti pengusaha ini memang luar biasa rendah hatinya. Low profil high profit. Dan yang seperti itu banyak sekali di lingkungan masyarakat Tionghoa.

Saya punya banyak teman Tionghoa seperti itu. Sehari-hari hanya pakai sandal. Bajunya pun lusuh dan dari kain yang biasa-biasa saja. Namanya tidak pernah disebut di mana-mana. Tapi uangnya luar biasa banyaknya.

Saya malu kalau pakai baju bagus di depan mereka. (Dahlan Iskan), ” Pungkasnya.(Yan)