KPAI: Ribuan Siswa Di Cimahi Berpotensi Tidak Naik Kelas Selama Pemberlakuan PJJ

Foto: Ilustrasi

KabarNewsOne, Cimahi- Sepertinya proses belajar mengajar di masa pandemi ini masih menjadi dilema. Program belajar dari rumah (BDR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dirasa kurang efektif. Apalagi ketika pengasuhan anak di lingkungan rumahnya bermasalah.

Misal, karena kedua orang tua bekerja dan anak diasuh oleh orang lain. Bisa juga karena orang tua bercerai, sehingga anak ikut salah satu orangtuanya atau malah ikut nenek sebagai pengasuh pengganti.

Belum lagi bagi siswa kurang mampu yang tidak terlayani pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama berbulan-bulan karena keterbatasan alat daring.

“Banyak cerita pilu yang saya dengar dari guru-guru, tentang kondisi para siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang pendidikan, saat melakukan pengawasan di SMPN 5 Kota Cimahi, Jawa Barat.

Dilanjutkan Retno, ada siswa yang sama sekali tidak memiliki alat daring dan akhirnya dia bekerja membantu ayahnya sebagai kuli bangunan. Ada juga siswa yang tinggal di panti asuhan dan tidak memiliki alat daring.

“Bahkan ada cerita siswa yang hanya punya alat daring satu-satunya, kemudian alat daring itu rusak dan ketika di perbaiki, ternyata dibawa kabur oleh tukang servis-nya. Banyak cerita pilu lainnya yang saya dengar,” ungkap Retno.

Pengawasan yang dilakukan oleh KPAI bukan tanpa alasan. KPAI melihat ada ribuan anak berpotensi tidak naik kelas karena tidak mengumpulkan tugas-tugas sekolah selama PJJ

Data yang diperoleh KPAI, ada sekitar 633 siswa SMP di Kota Cimahi yang tidak memiliki alat daring. Kemudian 18.048 siswa memiliki telepon genggam sendiri, dan 2.508 siswa menggunakan telepon genggam milik orangtuanya.

Meski dalam keterbatasan, KPAI sangat mengapresiasi upaya dan kerja keras para guru dalam membantu para siswanya belajar dari rumah, baik secara daring maupun luring. Mulai dari mengantar dan mengambil tugas-tugas peserta didiknya, sampai membantu pembelian alat daring secara bersama-sama melalui kegiatan guru peduli.

Pengumpulan bantuan dilakukan setiap bulan. Sehingga secara bertahap, para guru dapat membelikan telepon genggam android untuk peserta didik yang tidak mampu. Tentunya agar mereka dapat mengikuti sekolah online.

“Dari program guru peduli, SMPN 5 Kota Cimahi, telah mmembeli tujuh unit telepon pintar dengan kisaran harga Rp 1,2 juta sampai Rp 1,5 juta,” ungkap Retno. (yan)