Aksi Buruh Kawal MK terhadap judicial review UU Pilkada serta Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja

KabarNewsOne, Jakarta –  Sekitar ribuan Buruh & Serikat Partai Buruh hari ini serentak turun ke jalan Geruduk Gedung Mahkamah Konsitusi, Mereka berjuang Mengawal Putusan MK terhadap judicial review UU Pilkada,  serta Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Selasa (20/8/24).

Dalam aksi ini para buruh yang terus berjuang berupaya agar keadilan dan kesejahteraan bagi kaum buruh benar-benar di perhatikan tidak ada kesenjangan, dengan ini, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)  jalannya terus mengawal aksi unjuk rasa ratusan bahkan ribuan buruh, yang selalu berdatangan menuju titik kumpul di bundaran Patung Kuda, di jalan Merdeka Barat Jakarta Pusat.

Para Buruh yang selalu menyuarakan menuntut keadilan ini, yang sudah lama mereka inginkan  Sebagai pihak pemohon, kami sangat yakin Mahkamah akan mengabulkan perkara kami, Pertama, aturan yang membatasi parpol non-seat untuk ikut mengusulkan paslon sudah dua kali dibatalkan oleh MK di tahun 2005 dan 2007.

Logika perjuangan politik pun mereka perjuangkan, dalam menghadapi peran pergerakan yang saat ini, masih terus menunggu keputusan dalam menuntut keadilan.

Hal ini merujuk demi hiruk pikuk, soal keputusan MK terkait yang mereka sorakan dalam rana  aspirasi yang mereka sampaikan, demi hajat orag banyak., ” terangnya

Selain itu juga Menurut Said Iqbal, ada beberapa poin isu yang diangkat dalam aksi ini. Pertama, cabut omnibus law UU Cipta Kerja. Kedua, HOSTUM: Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah. Ketiga, Tolak PHK, Cabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Disampaikan Said Iqbal, setidaknya ada Sembilan alasan dan tuntutan buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. ” pungkasnya

Juga kita meminta Agar MK memberikan keputusan yang layak juga terkait Isu aturan pengusulan pasangan calon oleh parpol yang tidak memperoleh kursi DPRD (parpol non-seat) yang diajukan oleh Partai Buruh bersama Partai Gelora pada perkara nomor 60/PUU-XXII/2024.,” tegasnya.

Sementara itu alasan pembatasan hak asasi manusia terkait hak memilih (right to vote) dan hak dipilih (right to be candidate) sebagaimana dibenarkan menurut UUD 1945, tidak dapat dijadikan dasar pembenar oleh pembentuk undang-undang karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh MK., ” pungkasnya. (Ian)