KabarNewsOne, Jkt – Selama periode 1-21 Januari 2021, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 54 kali gempa bumi di wilayah Indonesia. Peningkatan intensitas gempa bumi ini menurut BMKG merupakan hal yang tidak lazim. Namun demikian, BMKG hingga saat ini belum mengetahui penyebab meningkatnya intensitas gempa bumi di Indonesia tersebut.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dari monitoring yang dilaksanakan pihaknya, selama 20 hari terjadi 54 gempa bumi.Angka ini tergolong tinggi. Sejak 1-21 Januari 2021, hampir setiap hari terjadi gempa, kecuali hanya 2 hari saja yaitu tanggal 10 dan 17, tidak terjadi gempa yang dirasakan oleh masyarakat. Bahkan, pada 14 Januari 2021, dalam sehari di wilayah Indonesia terjadi gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat sebanyak 8 kali.
Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun meminta masyarakat untuk waspada terhadap cuaca ekstrem yang akan terjadi dalam sepekan ke depan. Sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan. Saat ini tercatat sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu 94 persen dari 342 Zona Musim telah memasuki musim hujan.
Lantas bagaimana kita mengatisipasi di tengah potensi besarnya berncana alam Indonesia.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status risiko erupsi sejumlah gunung api di Indonesia. Merapi dan Sinabung berstatus siaga, Anak Krakatau dan Semeru naik jadi level waspada.
Beberapa kali pihak BMKG, menyatakan waspada bagi masyarakat, mengingat cuaca saat ini.
Baca juga : Warga Kepulauan Talaud Rasakan Guncangan Kuat Gempa M7,0
Warga Kepulauan Talaud merasakan guncangan kuat saat gempa terjadi pada Kamis (21/1), sekitar pukul 19.23 WIB. BMKG melaporkan pemutakhiran parameter gempa pada magnitudo 7,0 serta berada 132 km timur laut Melonguane, Sulawesi Utara.
Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Kepulauan Talaud melaporkan warganya merasakan guncangan kuat selama 3 detik. Saat gempa, warga sempat panik. Namun hingga kini, BPBD setempat belum menerima informasi terkait dampak gempa dengan kedalaman 119 km tersebut.
BNPB terus memonitor dan melakukan koordinasi dengan BPBD Kabupaten Kepulauan Talaud. Saat ini BPBD setempat sedang menghimpun informasi dari desa-desa yang teridentifikasi merasakan guncangan gempa. Informasi yang diterima BNPB menyebutkan kondisi di Kepulauan Talaud sekarang ini tidak ada penerangan atau lampu mati serta komunikasi juga agak sulit.
Sementara itu, dilihat dari peta guncangan yang diukur dengan skala MMI atau Modified Mercalli Intensity, gempa dirasakan di daerah Melonguane, Tahuna, Ondong IV MMI, Manado, Bitung III MMI, Galela , Gorontalo, Morotai, Halmahera Utara, Halmahera Barat II-III MMI, Bolaang Uki II MMI, Ternate, Sofifi, Halmahera Tengah I-II MMI.
Skala IV MMI mendeskripsikan bila pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah, sedangkan III MMI menggambarkan getaran dirasakan nyata dalam rumah, serta terasa getaran seakan-akan truk berlalu.
Berdasarkan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno dalam rilisnya (21/1), hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami. Sebelumnya, BMKG menginformasikan parameter gempa dengan M7,1 dan berpusat pada 134 km timur laut Melonguane serta kedalaman 154 km.
Lebih lanjut, Prayitno mengatakan bahwa hasil analisis BMKG menunjukkan pemutakhiran gempa M7,0 dan pusat gempa berada di laut atau 132 km arah timur laut Kota Melonguane, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
“Hingga hari Kamis, 21 Januari 2021, pukul 19.39 WIB, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan (aftershock),” ujar Prayitno dalam rilisnya.
Ia mengatakan bahwa berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas subduksi lempeng Filipina.
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik (Thrust Fault),” tambahnya.