FSGI: Desak Pemerintah Luruskan Pernyataan Kenaikan Gaji Guru

KabarNewsOne, Jakarta – Pidato Presiden Prabowo Subianto pada Puncak Peringatan Hari guru Nasional (HGN) di Stadion Jakarta International Veledrome pada Kamis (28/11) telah menyisakan beragam komentar di media sosial selama berhari-hari.

Banyak guru swasta yang sudah eforia mengira ada kenaikan fantastis sebesar Rp 2 juta, padahal nyatanya hanya Rp 500 ribu yang semula Tunjangan profesinya hanya Rp 1,5 juta. Sementara para guru ASN mengira ada 2x lipat gaji pokok besaran tunjangan profesinya, padahal tidak ada perubahan sama sekali. ” jelasnya

Bahkan ia menambahkan Mungkin ini yang Namanya “prank kenaikan gaji dari janji kampanye Prabowo-Gibran”.ucapnya

Baca juga: Masyarakat Laporkan Marak Guru Pungli Di Ancam & Berdampak Intimidasi

“Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok, yang dari pemerintahan sebelumnya memang sudah mendapatkan 1x gapok, tidak ada yang berubah. Guru-guru non ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi Rp2 juta yang semula Rp 1,5 juta. Namun para guru gagal paham pernyataan presiden”, ujar Mansur, Wakil Sesjen FSGI yang juga hadir dan menyimak langsung pidato Presiden Prabowo.

Heru Purnomo (Sekjen FSGI) menambahkan, bahwa “Menaikan gaji guru sebagaimana janji kampanye Pilpres Prabowo-Gibran hal yang sangat mustahil terjadi karena tidak ada sumber dananya. APBN kita sudah minus karena harus membayar makan bergizi gratis Rp 10.000/siswa/hari. Kebijakan makan siang gratis tentu akan menggerus dalam APBN kita”.

FSGI : Salah Persepsi Kenaikan Gaji Guru Dari Pernyataan Presiden Prabowo Di Perayaan Hari Guru Nasional (HGN), tersebut.

Menurut FSGI, terdapat mis-informasi dalam pernyataan tersebut. Hal ini terbukti dengan munculnya berita dimana-mana bahwa “Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok. Guru-guru non ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi Rp2 juta”, naik sebesar 1 kali gaji pokok, dan guru non ASN akan mendapatkan tunjangan 2 juta rupiah. Kesalahan informasi tersebut dapat kami uraikan sebagai berikut:

1. Tidak ada tambahan kesejahteraan maupun kenaikan gaji untuk guru ASN pada tahun 2025, karena sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru ASN yang telah memperoleh sertifikat pendidik, sebesar 1 kali gaji pokok.
Hal ini akan berlaku pada guru yang baru lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2024 yang akan memperoleh TPG sebesar 1 kali gaji pokok pada tahun 2025. Jadi jelas bukan merupakan tambahan kesejahteraan yang baru, bukan pula kenaikan gaji baru untuk seluruh guru.

2. Tidak ada peningkatan tunjangan profesi untuk guru non ASN pada tahun 2025, karena pada tahun-tahun sebelumnya sudah berlaku tunjangan profesi guru non ASN sebesar 1,5 juta, dan apabila mereka mengurus dan mendapatkan SK-Inpassing maka TPGnya menjadi 2 juta atau lebih sesuai golongan yang setara ASN.
Hal ini sesuai Persesjen Kemendikbudristek No. 10 Tahun 2024 tanggal 14 Mei 2024, yang menyatakan TPG Guru Non ASN yang belum inpassing = 1,5 juta. Sedangkan guru yang telah mendapatkan SK Inpassing akan naik secara berkala sesuai yang tertera pada SK Inpassing. Jadi jelas bukan merupakan peningkatan yang baru tahun 2025, karena tahun-tahun sebelumnya sudah banyak guru non ASN yang mendapatkan TPG 2 juta setelah inpassing.

3. Rencana pemerintah yang masih perlu didorong adalah perbaikan kesejahteraan kepada guru honorer murni, yang kemungkinan akan mendapatkan bantuan kesejahteraan. Hendaknya jangan berupa bantuan temporen seperti BLT namun ditetapkan sesuai asta cita pak Prabowo berupa Upah Minimum Guru yang berlaku umum seperti Upah Minimum Ragional tenaga kerja.

”Oleh karena itu, untuk meluruskan persepsi, maka FSGI mendesak Pemerintah segera mengkalarifikasi secara resmi terkait kebijakan kenaikan gaji guru, mengingat dampaknya sangat luas,” pungkas Heru.

Selain pernyataan kenaikan gaji guru, maka FSGI juga menyikapi beberapa pernyataan Mendikdasmen sebagai berikut :

1. “Mendikdasmen sedang mempersiapkan regulasi agar Guru ASN dapat mengajar di sekolah swasta”.

Hendaknya memastikan terlebih dahulu keterkaitan antar peraturan anatar Lembaga terkait misalnya Kemenag, mendagi maunpun MenpanRB. Jangan sampai isu ini berkembang dan ujung-ujungnya tidak adapt dilaksanakan karena adanya ketidak sesuaian dengan regulasi terkait. Hal ini sebenar pernah belaku pada pemerintahan sebelum-sebelumnya namun sudah dihentikan dengan berbagai pertimbangan dan regulasi.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana dampaknya terhadap guru Honorer murni yang telah berada di sekolah/Yayasan-yasan suwasta selama ini.

2. “Guru ASN bersertifikat tidak perlu lagi menjadi pemburu 24 JP, kekurangan dari 24 JP dapat dipenuhi dengan mengikuti Diklat kompetensi tertentu”

Hal ini perlu dirumuskan dalam aturan yang baku agar tidak terjadi kesalahan penafsiran maupun pelaksanaan di lapangan. Harus dicatat bahwa beberapa hal terkait pemenuhan beban kerja 24 JP yang telah tercantum dalam permendikbud sebelumnya, semisal ekuivalensi untuk wali kelas, piket dan Pembina ekskul juga tidak dotomatis diakui pada DAPODIK. Hal ini harus jelas karena pemenuhan dan Validitas 24 JP untuk selama ini ditentukan oleh DAPODIK bukan Permendikbud. Seharusnya Dapodik dapat menyesuaikan Permendikbud namun kenyataannya tidak demikian, sehingga banyak guru mengalami konsultasi terkait validasi linier 24 JP.

3. Terkait Adminstrasi Guru, Pengelolaan kinerja guru, kepala sekolah dan pengawas yang disebutkan akan dipangkas menjadi hanya satu kali satu tahun, tanpa Upload da, hendaknya juga diperjelas dengan pertauran, juklak dan juknis yang tepat agar aturan dari pusat sampai kepada daerah. Karena selama ini, meskipun beberapa aplikasi disebut telah meringankan guru namun kenyataan dilapangan adalah Aplikasi-aplikasi itu harus diikuti namun beban administrasi kolonial nya tetap diminta oleh kepala sekolah maupun pengawas, dan situasi inilah yang sebenarnya membebani guru.(Adv)